Caleg Muda, Perjuangan Politik Pemuda Bagi Daerah
Caleg DPRD termuda di Polman sulawei barat untuk dapil Luyo, Tutar, dan Campalagian
Di era millenium pra pemilu 2014,
merebaknya calon legislatif (caleg) dari kaum muda baik di pusat maupun daerah baik kabupaten, provinsi dan pusat menandakan peluang perkembangan demokrasi politik di tanah air menunjukan demokrasi
ibarat air bah yang tak terbendung lagi arusnya. Demokratisasi yang lebih
menekankan peran inisiatif masyarakat terus berlanjut, meski saat ini cenderung
salah arah. Bahkan ada yang mengandaikan: demokrasi sekali bergulir, seperti
pasta gigi yang sekali pencet keluar, tidak bisa dimasukkan kembali.
Dalam konteks kehidupan demokrasi di tingkat lokal (daerah) yang otentik, suara rakyat ditempatkan pada posisi yang paling agung. Suara rakyat merupakan aspirasi yang dapat diartikan sebagai harapan, tujuan, hasrat, keinginan atau cita-cita yang terakumulasi menjadi kehendak rakyat. Lalu apa, bagaimana dan sanggupkah para Calon Dewan Perwakilan Rakyat dari kaum muda bila nanti terpilih mampu, “membaca, menjawab dan mengelola dan memperjuangkan kehendak rakyat” itu secara benar tanpa distorsi??? Dalam pertanyaan tulisan ini, kiranya tepat ditujukan bagi Caleg-caleg muda se-nusantara .
Sebagaimana diketahui dari sejarah (sebelum 1945), kaum muda ataupun pemuda dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia merupakan aset negara dan bangsa yang berperan penting dalam “menemukan politik” (the invention of politics) perjuangan kesejahteraan rakyat. Lahir dan Berdirinya bangsa ini adalah peranan perjuangan kaum muda dan rakyat se-nusantara yang ingin melepaskan diri dari cengkeraman kolonialisme dan imperialisme. Oleh kaum muda Kesadaran rakyat untuk merdeka diformulasikan dalam sebuah ide dan gagasan dalam berbagai bentuk perjuangan. Keyakinan, semangat yang dibekali keberanian untuk tidak berlama-lama rakyatnya dilecehkan, ditindas, dibodohi secara tak manusiawi dan demi harga diri dan kehormatan. Para pemuda di berbagai daerah se-nusantara membentuk sebuah organisasi gerakan atau perkumpulan pemuda (Jong). Kelompok pemuda yang tergabung dalam kelompok gerakan daerah, Jong Sumatera, Jong Java, Jong Celebes, Jong Kalimantan, Jong Ambon, Jong Madura, Jong Sunda Kecil,
Jong-jong lain seantero nusantara, mereka memelopori gerakan perlawanan
terhadap segala bentuk penjajahan. Api perlawanan yang dikobarkan
kelompok-kelompok pemuda/I makin memperkokoh semangat nasionalisme merebut
cita-cita kemerdekaan. Muncullah manifesto politik 1925. Dari sini, puncak
kesadaran nasional mencapai titik kulminasi ketika para pemuda sepakat untuk
mendeklarasikan ikatan persaudaraan, senasib sepenanggungan, berbahasa satu,
dan berbangsa satu, Sumpah Pemuda 1928.
Lahirnya Sumpah Pemuda 1928 sebagai
lambang persatuan dan kesatuan nusantara bagi perjuangan demokrasi bagi rakyat,
menjadi titik balik pergerakan pemuda yang semula bersifat kedaerahan, kemudian
melebur menjadi gerakan berbasis nasional. Alhasil, revolusi Agustus 1945
pecah, dan bangsa ini secara de jure diakui masyarakat dunia sebagai bangsa
merdeka setelah lebih dari ratusan tahun ditindas dan dijajah.
Keyakinan dan
kepercayaan kaum muda saat itu, hanya dengan kemerdekaan jua lah cita-cita
terwujudnya masyarakat adil dan makmur sepenuhnya bisa tercapai. Pertanyaannya
kemudian, apakah cita-cita besar membangkitkan kesadaran dan kemajuan daerah
maupun nasional serta mewujudkan aspirasi rakyat jelata yang sama (atau bahkan
lebih) seperti sebelum kemerdekaan yang ingin dilakukan Caleg-caleg muda ketika
terpilih pada pemilu 2014 nanti? Apakah cita-cita dan aspirasi rakyat dapat
diwujudkan oleh kaum muda wakil rakyat setelah negara dan bangsa ini bebas dari
tangan kaum kolonial Belanda? Atau jangan-jangan hanya akan sama seperti
kaum-kaum tua wakil rakyat di DPR-RI Pusat yang dulunya aktifis-aktifis pejuang
demokrasi, dan sekarang hanya duduk manis di kursi empuk sambil menunggu
proyek-proyek regulasi atau legislasi pesanan sponsor. Masyarakat tentu sangat
berharap catatan memori masa lampau sesuai cita-cita UUD 1945 bisa kembali
diwujudkan pemuda wakil rakyat terpilih dalam “Pesta Demokrasi” nanti.
Bagaimanapun wacana tentang mewujudkan masyarakat adil dan makmur akan terus
mempunyai arti penting untuk kembali dihidupkan caleg-caleg muda/i terpilih di
tengah menjamurnya wakil rakyat di dewan yang kolutif, korup, hedonis, apatis,
oportunis, pragmatis dan ahistoris terhadap realitas sosial yang ada.